Kasus pertukaran bayi di Bogor, Jawa Barat, menghasilkan dampak yang signifikan. Kedua orangtua bayi telah melaporkan rumah sakit kepada kepolisian Resor Bogor pada Jumat (1/9) karena diduga terlibat dalam tindakan kriminal yang menyebabkan pertukaran kedua bayi tersebut. Laporan ini dicatat dengan nomor LP STBL/B/1597/IX/2023/SPKT/RES BGR/POLDA JBR.
![]() |
Kasus Bayi Yang Tertukar |
"Pihak kami telah melaporkan dugaan tindak pidana terkait pertukaran bayi antara klien kami dan rekannya di Rumah Sakit Sentosa," kata Binsar Aritonang, pengacara Ibu Dian, kepada wartawan di Markas Polres Bogor pada Jumat (1/9/2023)."
Binsar menyatakan bahwa mereka telah melaporkan rumah sakit secara korporatif, bukan sebagai individu. Mereka memberikan keterangan awal dalam laporan tersebut selama lima jam.
"Ikhtiarkan dari pukul 16.00 hingga pukul 21.00 WIB, pertanyaannya cukup banyak," ucapnya.
Binsar yakin bahwa penyidik akan segera mengambil langkah selanjutnya terkait laporannya.
"Kami yakin laporan kami akan segera mendapat tindak lanjut," katanya.
Merasa Dirugikan
Kedua keluarga yang terlibat dalam pertukaran bayi juga hadir. Keduanya merasa dirugikan karena kesalahan yang dilakukan oleh rumah sakit.
"Ibu Dian dan Ibu Siti sama-sama mengalami penderitaan yang sama. Seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak ada yang bisa mengukur betapa besar kerugian yang mereka alami, karena mereka telah terpisah dari anak kandung mereka selama satu tahun. Siapa yang dapat mengukur kerugian seperti itu?" ujar Binsar.
"Namun, kami, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ingin menyoroti tanggung jawab rumah sakit dalam insiden ini," lanjutnya.
Sementara itu, pengacara Siti, Rusdy Ridho, menyatakan akan melaporkan rumah sakit (RS) dengan mengacu pada Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen Pasal 62.
"Kami akan mengarahkan laporan ini kepada pihak yang bertanggung jawab di dalam perusahaan rumah sakit, bukan kepada individu perawat," ujar Rusdy.
Rusdy menjelaskan bahwa pihaknya telah mengumpulkan sejumlah barang bukti untuk mendukung laporan tersebut, termasuk hasil tes DNA dan gelang yang berasal dari rumah sakit.
"(Barang bukti yang kami kumpulkan) mencakup tes DNA dari Puslabfor, serta beberapa bukti lain yang akan kami serahkan kepada penyidik, termasuk gelang tersebut," tambahnya.
Keluarga Menolak Kompensasi dari RS
Ketika upaya damai dilakukan, pihak rumah sakit pernah mengajukan sejumlah kompensasi kepada keluarga. Salah satunya adalah jaminan kesehatan dan pendidikan untuk bayi.
"Pihak rumah sakit menawarkan hal tersebut, tetapi ketika berbicara tentang RJ (jaminan kesehatan dan pendidikan), semuanya sudah dijamin oleh negara. Setiap warga negara wajib memiliki BPJS, dan pendidikan dari tingkat SD hingga SMA di sekolah negeri juga sudah gratis. Kami juga telah menyampaikan kepada keluarga korban bahwa anak mereka akan kami dukung melalui yayasan sekolah saya," jelasnya.
Rusdy kemudian menyebut bahwa keluarga bayi menolak tawaran kompensasi tersebut. Menurut mereka, hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan sudah menjadi tanggung jawab negara.
"Kami menolak tawaran tersebut, karena itu adalah hak dasar yang seharusnya sudah dijamin oleh negara, yakni pendidikan dan kesehatan," ungkapnya.