Magdalena Fridawati atau yang dikenal sebagai Magdalenaf sedang menjadi sorotan di berbagai media sosial. Ia dituduh mencari makanan gratis untuk konten YouTube-nya dengan cara menunjukkan jumlah pengikutnya kepada pemilik restoran atau tempat makan. Selain itu, ia juga mengeluh bahwa profesi food vlogger masih kurang dihargai karena ia tidak dijamu dengan baik saat mengunjungi restoran. Meskipun video pernyataannya yang menuai banyak kritik viral, siapa sebenarnya Magdalena dan bagaimana ia dibandingkan dengan food vlogger lain seperti Ria SW dan Nex Carlos?
.jpg) |
| Magdalena Fridawati, Food Vloger |
Magdalenaf lahir di Bekasi pada tahun 1994 dan merupakan alumni Universitas Indonesia jurusan Kriminologi. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang investigator, namun setelah lulus kuliah ia mulai tertarik pada profesi sebagai food vlogger. Awal karir Magdalena sebagai food vlogger dimulai dari keisengannya mengunggah foto makanan di Instagram yang ternyata disukai oleh banyak orang.
Kemudian, Magdalena mulai mengembangkan konten kuliner di saluran YouTube-nya yang semakin banyak diikuti oleh para penggemar makanan. Namun, belakangan ini ia menjadi sorotan publik karena dituduh mencari makanan gratis dengan cara yang kurang etis.
Meskipun begitu, sebagian orang juga memuji Magdalena sebagai food vlogger yang kreatif dan informatif dalam merekomendasikan tempat makan yang patut dicoba. Namun, kini ia harus berjuang untuk memulihkan citranya yang tercoreng akibat tudingan mencari makanan gratis.
Dalam hal perbandingan dengan food vlogger lain seperti Ria SW dan Nex Carlos, Magdalena memiliki gaya yang berbeda dalam merekam dan mengulas makanan. Ia lebih fokus pada visual dan keindahan presentasi makanan serta memperlihatkan proses pembuatannya. Sementara itu, Ria SW lebih fokus pada rasa dan kualitas makanan yang ia review, sedangkan Nex Carlos lebih sering merekomendasikan tempat makan yang cukup terkenal di kalangan masyarakat.
Secara keseluruhan, Magdalena merupakan food vlogger muda yang cukup berbakat dan kreatif dalam mengembangkan konten kuliner. Namun, ia juga harus belajar untuk menjaga etika dalam mencari materi untuk kontennya sehingga tidak menimbulkan kontroversi dan menghargai pekerjaan dan usaha para pemilik restoran dan tempat makan.
