![]() |
Di Sudan, terjadi usaha kudeta. Paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengklaim berhasil menguasai istana kepresidenan dan bandara Khartoum. |
Fileberita - Sudan sedang menghadapi situasi yang memanas setelah pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengambil alih Istana Kepresidenan dan dua bandara internasional. Pada hari Sabtu (15/4), RSF mengklaim bahwa mereka berhasil merebut Istana Kepresidenan Sudan, stasiun televisi lokal, dan dua bandara di Khartoum dan kota lainnya.
Namun, pemimpin militer Sudan membantah klaim RSF bahwa mereka telah menguasai Istana Kepresidenan. Kedua faksi saling menuduh dan bentrokan terjadi, bahkan serangan udara dilakukan.
Ketegangan antara paramiliter RSF dengan militer Sudan yang dipimpin oleh penguasa de facto, Abdel Fattah al-Burhan, telah meningkat selama bertahun-tahun. Ancaman perang di Sudan kini semakin nyata.
Apa Itu Pasukan Paramiliter RSF?
Dilansir dari Washington Post, Rapid Support Force awalnya adalah pasukan paramiliter yang dibentuk dan dikendalikan oleh Pemerintah Sudan.
Mulanya diberi nama Janjaweed, milisi RSF dikerahkan ke medan perang atas nama pemerintah Sudan selama perang di Darfur, Sudan bagian barat. Mereka dimanfaatkan oleh pemimpin otoriter saat itu, Omar al-Bashir, untuk membantu militer menghentikan pemberontakan sipil.
Saat itu, militer Sudan hanya punya angkatan udara yang kuat dan persenjataan berat, namun kurang mampu memobilisasi perang secara efektif seperti daerah pedesaan gersang di Darfur.
Oleh karena itu, dengan memanfaatkan kuda hingga unta, Janjaweed diturunkan untuk ikut memerangi pemberontak sipil.
Di tahun 2010-an, Janjaweed berubah menjadi unit reaksi cepat yang lebih formal, yang kini dikenal sebagai Rapid Support Force (RSF). Mereka bahkan didukung secara finansial oleh Bashir, hingga para komandan RSF pun kaya dan berkuasa.
RSf juga dikerahkan ke luar Darfur untuk mengatasi bentrokan antar suku di sepanjang perbatasan Sudan.
Pada tahun 2019, protes sipil menggulingkan kediktatoran Bashir dari kekuasaan Sudan.
Dilansir dari Reuters, dua tahun kemudian militer Sudan dan RSF bersekongkol melakukan kudeta, sebelum menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah yang dipimpin sipil akibat tekanan internasional.
Namun kesepakatan itu tak berakhir mulus hingga saat ini. Peralihan dan perebutan kekuasaan juga tidak terhindarkan.
Siapa yang Pemimpin RSF?
Wakil Pemimpin Dewan Kedaulatan Sudan, Mohamed Hamdan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti, memimpin Rapid Support Forces (RSF). Selama dua tahun terakhir, Hemedti telah melakukan rekrutmen cepat untuk meningkatkan popularitas RSF. Para analis memperkirakan bahwa kelompok militan ini memiliki sekitar 100.000 anggota.
Anggota RSF berasal terutama dari Sudan Barat, seperti daerah Darfur, serta daerah-daerah yang sebelumnya diabaikan oleh pemerintah seperti daerah dekat Laut Merah dan perbatasan Sudan Selatan.
Hemedti sendiri berasal dari keluarga sederhana dan suku minoritas di Darfur, dan sebelumnya merupakan seorang pemberontak. Namun, dia berhasil mengubah RSF menjadi kelompok tentara bayaran yang kuat.
Hemedti telah memperluas jangkauan RSF secara regional dengan mengerahkan pasukannya di Yaman atas nama Arab Saudi dan di Libya atas nama Uni Emirat Arab. Selain itu, Hemedti juga melakukan bisnis dengan kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, dalam kegiatan penambangan emas di salah satu wilayah tambang emas di Sudan.